Dalam P&I Policy, sifat persistensi minyak terhadang menyebabkan suatu proposal menjadi mahal premiumnya atau bahkan ditolak jaminan untuk Oil Pollution nya … apalagi bilamana kapal tersebut merupakan SPOB atau Oil Tanker yang membawa muatan minyak sebagai cargonya.
Tidak sedikit dari kita yang awam mengenai apa itu persistensi minyak, Pesistent Oil dan Non Persistent Oil…
Mari kita diskusi sedikit perihal persistensi minyak, sebagai bahan referensi dan menambah wawasan pengetahuan
HIDROKARBON / MINYAK BUMI
Oil / Minyak / Minyak Bumi merupakan senyawa kimia yang diperoleh dari proses polimerisasi rantai karbon dengan hidrogen. Minyak mentah / crude oil mengandung bagian bagian / fraksi yang harus dipecahkan (cracking) untuk memperoleh senyawa senyawa seperti Gasoline, diesel, kerosin etc.
Semakin panjang gugusan rantai karbon yang terpolimer menjadikan ikatan kovalen (ikatan antar dua atau lebih atom karbon) semakin banyak yg menyebabkan semakin tingginya titik didih dalam memecah struktur senyawanya
Persistent Oil dan Non Persistent Oil
Konsep persistensi dalam industri perminyakan pada mulanya timbul ketika insiden TORREY CANYON di tahun 1967. Inilah kali pertama pembahasan tentang perlindungan lingkungan terkait dengan kebocoran minyak di laut khususnya tentang tanggung gugat dan kompensasi. Secara umum, Persistent Oil terdapat kandungan fraksi fraksi berat bahan bakar fosil atau material dengan titik didih yang tinggi. Minyak tersebut tidak mudah terurai secara cepat dan berpotensi serius terhadap kerusakan lingkungan ketika terjadi tumpahan. Ancaman tersebut antara lain berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota alam, habitat tertentu serta kerusakan pantai.
Berlawanan dengan Persistent Oil, Minyak yang tergolong dalam Non Oil Persistent secara umum terbentuk dari senyawa hidrokarbon ringan dengan tingkat volatilitas / penguapan alamiah yang baik. Ketika terjadi tumpahan, jenis minyak tersebut dapat terurai relatif lebih cepat melalui penguapan itulah sebabnya pada saat terjadi kebocoran yang mengandung minyak jenis ini sangat jarang sekali timbul konsekuensi yg besar dan bilamanapun terjadi, metode pembersihanya cenderung lebih mudah.
Secara Internasional, kompensasi akibat tumpahan minyak hanya berlaku pada minyak jenis Persistent Oil . International Oil Pollution Compensation Funds (IOPC Funds) telah mengembangkan panduan terhadap batasan batasan dan kategori Persistent Oil yang telah diterima secara luas. Dalam panduan yang telah diratifikasi pula oleh EPA (Environment Pollution Agency US Coast Guard) dibawah OPA 90 (Oil Pollution Act 1990) disebutkan :
Non-persistent oils or Group 1 oils include:
(1) Minyak bumi (Hidrokarbon) yang pada saat pengkapalan, mengandung fraksi fraksi hidrokarbon:
• Sedikitnya 50 % volume, distill pada suhu 340 derajat Celcius (645 degrees F); dan
• Sedikitnya 95% volume, distill pada suhu 370 derajat Celcius (700 degrees F); and
(2) Minyak non Hidrokarbon, selain minyak (lemak) hewani dan minyak nabati, dengan angka specific gravity kurang dari 0.8.
Persistent oils termasuk :
(1) Minyak Hidrokarbon diluar proses distilasi yang termasuk Non Persistent Oil diatas,” secara lebih jauh diklasifikasikan berdasarkan specific gravity (Specific Gravity (SG) didefinisikan sebagai rasio dari kerapatan suatu gas terhadap kerapatan suatu udara dimana diukur dalam keadaan suhu dan tekanan yang sama. Specific Gravity juga merupakan suatu paramater nilai kualitas dari suatu gas tersebut. Penentuan Specific Gravity sendiri memerlukan hasil sample gas yang diambil dari plant dan di analisa menggunakan gas cromatography) sebagai berikut :
Group 2 – specific gravity kurang dari 0.85;
• Group 3 – specific gravity sama atai lebih besar dari 0.85 dan kurang dari 0.95;
• Group 4 – specific gravity sama atau lebih besar dari 0.95 dan kurang dari 1.0; or
• Group 5 – specific gravity sama atau lebih besar dari 1.0.
(2) Minyak Non-hidrokarbon, selain daripadi lemak binatang dan atau minyak nabati, dengan angka specific gravity 0.8 atau lebih besar. Minyak jenis ini secara lebih jauh dikategorikan berdasarkan specific gravity nya sbb:
• Group 2 – specific gravity sama atau lebih besar dari 0.8 dan kurang dari 0.85;
• Group 3 – specific gravity sama atau lebih besar dari 0.85 dan kurang dari 0.95;
• Group 4 – specific gravity sama atau lebih besar dari 0.95 dan kurang dari 1.0; or
• Group 5 – specific gravity sama atau lebih besar dari 1.0.
Bagaimana dengan IMO (International Maritime Organization) ?
Kedua konvensi tersebut, IOPFC (Internasional Oil Pollution Compensation Fund Convention) dan CLC (Civil Liberty for Oil Pollution Damage) hanya menjamin tentang “persistent oil.” IMO beranggapan bahwa “unnecessary” untuk menjamin non-persistent oils, disebabkan minyak jenis non persistent cenderung lebih mudah menguap, menghilang secara alamiah dan tidak menyebabkan pencemaran yang luas. Sebagai tambahan bahwa IMO berpendapat 80% dari minyak yang diangkut oleh Tanker Minyak adalah minyak mentah (crude oil), yang dikategorikan sebagai persistent oil.
Dalam kedua konvensi tersebut definisi terhadap “persistent oil” konsisten mengacu sebagaimana EPA dan U.S. Coast Guard:
All oils which are not within the category of “non-persistent oil” as defined shall be regarded as “persistent oil.” “Non-persistent oil” is oil which, at the time of shipment, consists predominantly of non-residual fractions and of which more than 50 per cent by volume of the hydrocarbon fractions distills at a temperature of 340° C (645° F) and at least 95 per cent by volume of the hydrocarbon fractions distills at 370° C (700° F) when tested by the American Society for Testing and Materials Method D 86/78 or any subsequent revision thereof.
Lebih jauh lagi, IMO secara sederhana menentukan bahwa “Persistent oil” sbb : minyak mentah, fuel oil, minyak diesel berat, dan minyak pelumas yang dibawah sebagai cargo atau dalam bunker sebuah kapal. “Non-persistent oil” termasuk: gasoline, minyak diesel ringan, and minyak tanah.
Conclusion
Ketiga badan international utama yang berhubungan dengan pencemaran minyak sebagaimana yg dibahas disini EPA, U.S. Coast Guard, dan IMO, secara konsisten mengartikan “persistent” and “non-persistent oils,” berdasarkan suhu distilasinya. Bahkan EPA dan U.S. Coast Guard lebih jauh mengklasifikasikan persistent oils menjadi kelompok kelompok berdasarkan specific gravity nya.
Karena tidak adanya daftar spesifik penggolongan terhadap minyak tertentu apakah termasuk Persistent Oil atau Non Persistent Oil melainkan penggolonganya secara grup / garis besar, maka kembali kepada Pemilik/Operator Kapal untuk menentukan jenis minyak apakah yang sedang mereka gunakan/tangani/muat berdasarkan kriteria distilasi fraksi minyak bumi dan specific gravitasi pada saat dilakukan shipment. Bilamana terdapat kesulitan Pemilik / Operator Kapal dalam mengkategorikan jenis minyak mereka, sudah seharusnya mereka menghubungi pihak yg berkompeten untuk panduan yang lebih jelas.
🙂
Best regards,
Hari Pendi
Deputy Branch Manager
PT. Asuransi QBE Pool Indonesia
Eastern Region
Medan Pemuda Building 7th fl | Jl Pemuda 27 – 31 Surabaya |
Phone: +62 31 5477300 | Fax: +62 31 5477370 |
Visit us on the web at http://www.qbe.co.id/