Fraud di Asuransi adalah Tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Perusahaan pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Perusahaan dan/atau menggunakan sarana Perusahaan sehingga mengakibatkan Perusahaan, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung (SEOJK 46/SEOJK.05/2017)
Misalnya: Penggelapan premi, kecurangan klaim, pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang, penyembunyian fakta material, dll
Pelaku: Perusahaan asuransi, manager dan staf perusahaan asuransi, broker, akuntan, auditor, konsultan, adjuster, agen, dan pemegang polis
Faktor Mendorong Fraud
- Kesempatan : Lemahnya pengendalian internal dan Terbukanya kesempatan
- Motivasi : Masalah keuangan pribadi, sifat buruk seperti suka berjudi, narkoba, suka mencuri, dan Hutang yang berlebihan
- Rasionalisasi : Merasa benar atas tindakan yang dilakukan, Merasa yang paling berhak dan merasa lebih berjasa dan Tergoda karena rekan kerja melakukan hal yang sama
Konsekuensi Fraud di Asuransi
1. Klaim tidak dibayar.
2. Polis Batal.
3. Keluar Biaya Besar untuk Proses Hukum
4. Catatan Kriminal yang dapat berimbas penolakan oleh perusahaan asuransi lain atau perusahaan jasa keuangan lainnya
Contoh Modus Fraud Klaim di Asuransi
Klaim yang dibuat-buat
Terdapat perencanaan atau niat dengan membuat “setting” agar terjadi peristiwa yang di cover oleh polis.
Contoh : Membuat kebakaran yang disengaja, Pada asuransi kecelakaan diri (personal accident), tertanggung dengan sengaja melukai dirinya sendiri (memotong jari dan lain-lain).
Pemalsuan Dokumen
Dalam proses klaim, memalsukan surat atau dokumen pendukung, misalkan pada asuransi marine cargo dokumen-dokumen terkait dengan “cargo” dan dokumen dari pihak otoritas (Syahbandar dan/atau Dir Jen Perhubungan Laut).
Invoice pembelian barang diperlukan pada saat pengajuan klaim, dalam banyak kasus tertanggung yang “nakal” memalsukan invoice pembelian dari para supplier. Setelah dilakukan pengecekan, supplier memang ada dan sudah membina hubungan bisnis dengan tertanggung tetapi nilai pembelian yang dilakukan oleh tertanggung tidak sebesar yang tercantum di dalam invoice “palsu” tersebut
Tindakan menggelembungkan nilai klaim adalah yang paling umum terjadi, biasanya akan diikuti dengan pemalsuan invoice dan dokumen pendukung lainnya agar tampak klaim yang diajukan nilainya wajar
Contoh Kasus Penggelapan Premi di Indonesia:
1. Kasus PT Balicon Life Insurance
2. Kasus Perum Perhutani dan AJB Bumiputera 1912
Disampaikan oleh: Rianto
Kepala Bagian Pengawasan Asuransi Umum & Reasuransi
Direktorat Pengawasan Asuransi & BPJS Kesehatan
Otoritas Jasa Keuangan