Pemberlakuan yurisdiksi dan hukum Inggris, suka atau tidak suka, masih menjadi suatu kenyataan penting yang (harus) disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam kontrak asuransi.
Tidak hanya dalam praktek, dalam teori pun, aspek-aspek hukum Inggris masih tetap menjadi salah satu bahasan yang harus dipelajari oleh praktisi asuransi karena kitab yang jadi rujukan adalah “Marine Insurance Act 1906“.
Meski nama UU (lama) ini menyandang kata “marine” tapi konsepnya secara umum berlaku untuk semua “class of bussines”.
UU lama ini dinilai sudah “seriously out of date” sehingga mengharuskan pihak-pihak yang berkepentingan di Inggris untuk mereformasi UU tersebut.
Singkatnya, hasil reformasi MIA 1906 ini sekarang sudah menjadi UU baru hasil proses legislasi dengan nama “Insurance Act 2015”.
“Insurance Act 2015” sudah dirilis sejak tanggal 12 Pebruari 2015 dan akan mulai diberlakukan mulai tanggal 12 Agustus 2016 untuk semua kontrak asuransi. RUU Asuransi ini pertama kali diperkenalkan di Parlemen pada tanggal 17 Juli 2014.
UU baru ini merupakan hasil evaluasi bersama oleh Komisi Hukum Inggris dan Komisi Hukum Scotlandia dalam hal hukum asuransi. MIA 1906 oleh Komisi Hukum dinilai terlalu “insurer-friendly” dan pembatasan bagi penanggung untuk dapat menghindar dari tanggung jawab terlalu luas.
Oleh pemerintah Inggris, UU baru ini disebut sebagai “the biggest reform to insurance contract law in more than a century”.
UU baru ini didisain untuk memberikan kerangka berpikir yang lebih “up to date” dalam asuransi komersial dengan tujuan untuk:
“at ensuring a better balance of interests between policyholders and insurers”.
Sehingga diharapkan akan tercapai transparansi dan kepastian atas aturan-aturan yang mengatur kontrak komersial antara pemegang polis dan penanggung.
UU ini memperkenalkan beberapa perubahan substansial & sebagai pengganti Marine Insurance Act (MIA) 1906 yang berlaku terhadap polis-polis komersial, baik “marine” ataupun “non marine”.
Dari sekian banyak ulasan oleh pakar atau pengamat atau praktisi hukum dari berbagai sudut pandang, Penulis coba ringkas sedikit penjelasan yang mudah dipahami, yaitu:
- “Disclosure”
UU yang baru mengganti kewajiban pengungkapan “duty of disclosure” oleh tertanggung dengan persyaratan tertanggung harus membuat “fair presentation of the risk”.
Ini berarti bahwa penanggung tidak lagi punya hak untuk membatalkan kontrak asuransi jika terjadi pelanggaran atas doktrin “duty of utmost good faith”.
Broker, yang bertindak mewakili kepentingan tertanggung juga tidak lagi tunduk pada aturan lama mengenai “duty of disclosure”.
- “Warranties”
Berdasarkan hukum yang masih berlaku, pelanggaran atas “warranty” akan membebaskan penanggung dari semua tanggung jawab menurut kontrak asuransi, meskipun pelanggaran tersebut sepele dan tidak berhubungan dengan klaim yang diajukan oleh tertanggung.
Berdasarkan UU yang baru, penanggung tidak bisa bergantung pada pelanggaran “warranty” jika tidak berhubungan dengan klaim.
Malah “warranty” akan memiliki efek suspensif sedemikian rupa bahwa penanggung hanya dapat bergantung pada “warranty” yang dilanggar oleh tertanggung. Penanggung akan kembali “on risk” jika pelanggaran tersebut sudah diperbaiki/dikoreksi.
- “Remedy” bagi penanggung dalam hal terjadi “fraudulent claims”.
Jika menurut MIA 1906 jika terjadi “fraud” tertanggung dapat kehilangan seluruh klaim & penanggung dapat membatalkan seluruh kontrak, tapi menurut UU yang baru penanggung tidak dapat dimintakan tanggung jawab untuk klaim yang terkait “fraud” dan dapat meminta tertanggung mengembalikan jumlah yang sudah dibayar untuk klaim yang terkait “fraud” dan menghentikan kontrak sejak terjadi “fraud” serta menahan premi.
Penting juga untuk dicatat bahwa UU 2015 ini membedakan antara “consumer insurance contract” dan “non-consumer insurance contract”.
Namun demikian UU baru ini tetap memerlukan waktu untuk pembuktiannya di pengadilan guna mendapatkan pemahaman yang lebih baik, bagaimana UU ini diinterpretasikan dan diberlakukan di berbagai kasus yang berbeda.
(Dirangkum dari berbagai sumber)
Oleh Novy Rachmat – Praktisi Asuransi Marine
Email : novy.rachmat@kbru.co.id
Email : novy.rachmat@gmail.com
Thanks a lot utk update-annya Pak.
Cuman mau tanya, ketentuan mengenai aplikasi English Law. sejak diberlakukannya Act 2015 ini kira2 akan seperti apa ya. Apa nanti Reasuransi luar akan menuntut semua perselisihan diselesaikan di pengadilan yang menganut hukum inggris juga ? Sedangkan di Indonesia kan gak menganut hukum inggris dan apa mungkin hakim Indonesia mengerti dan mau menggunakan hukum Inggris di pengadilan ?
Indonesia memang tidak menganut hukum Inggris tapi dalam hukum kontrak harus diingat ada 2 asas yang berlaku:
1. Asas pilihan hukum (choice of law)
2. Asas kekuatan mengikat (pacta sund servanda)
Jika 2 pihak sudah sepakat untuk berkontrak maka klausul2 yang dilekatkan dalam kontrak mengikat kedua belah pihak & salah satu klausula tersebut adalah keduanya sepakat memilih hukum Inggris sebagai referensi.
Jika klaim tidak sampai ke pengadilan maka penyelesaian harus mengacu ke kontrak yang sudah disepakati & mengikat tersebut.
Saya rasa seperti itu…
Pak Imam, jika kejadian loss nya bukan di negara baik shipper maupun consignee misalnya lossnya terjadi di China, lalu hukum manakah yg digunakan?
Sidangnya dimana?
Kalo sidangnya di Jakarta ya pake KUHD KUHPerdata