Judul tersebut adalah tema Lokakarya setengah hari yang diadakan oleh Lembaga Pendidikan Widya Dharma Artha disponsori oleh PT. Tugu Pratama Indonesia pada tanggal 5 Agustus 2008 dengan menghadirkan tokoh-tokoh pelayaran yaitu Bapak Oentoro Surya (Arpeni & INSA), Adolf R Tambunan (Ditlala), Muchtar Ali (BKI) dan Sri Hadiah Watie (ABAI)
Walaupun Lokakarya terkesan membosankan karena lebih merupakan sosialisasi UU No.17 Tahun 2008 yang memang baru diundangkan bulan Mei 2008, para pembicara terkesan hanya mengulang-ulang materi yang disampaikan, (pendapat penulis sih…). namun dapat ditarik satu kesimpulan bahwa:
“Dengan diberlakukannya “asas Cabotage” dan “kewajiban ber-asuransi” dalam UU NO. 17 Tahun 2008 tsb memberikan peluang bisnis yang sangat besar bagi perusahaan Asuransi di Indonesia”
Asas Cabotage
Asas Cabotage memberikan peluang yang sangat besar bagi industri pelayaran nasional untuk berkembang seperti ditegaskan dalam pasal 8
Pasal 8
(1) Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia.
(2) Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
Dampaknya pada Industri Pelayaran Nasional
Asas Cabotage sebenarnya sudah diberlakukan sejak “Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005”, dan dampaknya dari Tahun 2005 s/d Maret 2008 jumlah kapal berbendera Indonesia bertambah 1805 unit kapal atau 29.9% dari 6041 unit menjadi 7846 unit kapal.
Jumlah Perusahaan Angkutan Laut Nasional tumbuh dari 1589 Perusahaan di Tahun 2005 menjadi 1831 perusahaan di akhir Tahun 2007
Peningkatan pangsa muatan pelayaran nasional untuk angkutan dalam negeri di akhir tahun 2007 menjadi 65.3% dari sebelumnya 55.5% di Tahun 2005
Pertumbuhan jumlah armada kapal berbendera Indonesia menjadi 20% di tahun 2007 adalah pertumbuhan tertinggi di Negara Asean
Apalagi dengan diberlakukannya UU No 17 Tahun 2008 ini, berdasarkan road map yang sudah disusun Dep Hub bahwa asas Cabotage 100% untuk angkutan dalam negeri dijadwalkan paling lambat 1 Janurai 2011
Jumlah kebutuhan kapal (baru maupun bekas) sampai dengan tahun 2010 diperkirakan 654 unit dari berbagai jenis dengan estimasi dana yang dibutuhkan diperkirakan lebih dari 4.6 juta Dolar Amerika
Dampaknya pada Industri Asuransi Nasional
UU No. 17 Tahun 2008 secara tegas mengatur “Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut” – Bab V: Bagian Kesembilan – mewajibkan Asuransi untuk:
– Asuransi Hull & Machinery (untuk kapal)
– Asuransi Protection & Indemnity (untuk crew dan third party)
– Asuransi Marine Cargo (untuk muatan barang)
– Asuransi Passenger Liability (untuk penumpang)
– Asuransi Public Liability atau Third Party Liability
– Asuransi Harta Benda lainnya (Property Insurances)
Dengan pertambahan jumlah armada kapal dan jumlah perusahaan industri pelayaran yang pesat ditambah lagi adanya persyaratan Undang-Undang yang mewajibkan untuk ber-asuransi tentunya peluang bisnis Asuransi akan sangat besar.
Bagaimana Pelaksanaanya?
Biasanya Undang-Undangnya sudah bagus, pelaksanaanya yang memble……..
Kabarnya Dep Hub sudah mempersiapkan aturan pelaksanaannya berupa 6 buah PP yang diperkirakan selesai akhir tahun ini
Kabarnya pula sebagian besar armada kapal Indonesia sudah tua sehingga perusahaan asuransi menolak untuk menutup asuransinya
Kabar buruknya pula sebagian besar perusahaan pelayaran di Indonesia perlu “dibina” agar “tidak binasa” (istilah yang dipakai oleh Bapak Oentoro Surya) karena mereka belum siap secara manajemen maupun financial, sehingga ISM code saja mereka tidak mengerti……….
Kesiapan Industri Asuransi?
Belum lagi kalo bicara kesiapan industri Asuransi nasional…sebagian besar, bukan sebagian besar lagi tapi mungkin mencapai 90% premi untuk Marine Hull and P&I lari ke luar negeri karena di Indonesia hanya sedikit yang bisa cover Asuransi ini.
Local Insurance mungkin hanya Aspan, Jasindo dan TPI yang bisa, itupun dengan retensi yang terbatas, Joint Venture Insurance mungkin Cuma QBE yang bisa cover Marine Hull, P&I and Liabiities, jadi industri Asuransi nasional sendiri masih jauh dari siap!
Kesiapan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia)?
BKI menyatakan kesiapannya untuk menjadi member of International Association of Classification Societies (IACS), dengan diberlakukannya UU ini BKI optimis 5 tahun lagi atau akhir tahun 2013 akan menjadi full members IACS
Mengapa BKI belum diterima di IACS? Menurut Pak Muchtar Ali karena persyaratan untuk menjadi members adalah dengan anggota minimum 8 juta GT untuk yang beroperasi di laut internasional sedangkan saat ini anggota BKI baru mencapai 4 juta GT. (jadi masih separohnya dong, Pak?!)
Akhir kata dengan semangat baik UU NO. 17 Tahun 2008 untuk melindungi dan menumbuhkembangkan industri pelayaran nasional semoga industri auransi dan juga ekonomi nasional secara umum akan semakin berkembang…………semoga……
Klik disini! Untuk memperoleh isi lengkap UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Sumber: ditulis dari makalah Lokakarya Peluang dan Tantangan Berlakunya UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dari Perspektif Bisnis Asuransi – Jakarta 5 Agustus 2008, Widya Dharma Artha & TPI
Dirangkum oleh IMAM MUSJAB di www.ahliasuransi.com
boleh saya minta sistematika kasifikasi kelaiklautan kapal karena saya lg nyusun skripsi tentang Pertanggungjawaban pidana dihubungkan dengan UU No.17 tahun 2008 tentang kecelakaan kapal laut.
IMAM MUSJAB: mas Duta bisa minta referensi ke Biro Klasifikasi Indonesia
BKI sampai sekaran belum pernah bisa menjadi full member IACS karena beberapa hal, antara lain:
– Jumlah minium tonnase kapal yang terdaftar di BKI belum terpenuhi;
– Di negara2 yang biro klasifikasinya sudah menjadi full member IACS, adalah lembaga non-pemerintahan atau independen, sedangkan BKI merupakan kepanjangan tangan pemerintah
– Konon/Katanya/Dengar2…terlalu sering/banyak memberikan kemudahan-kemudahan yang berimbas pada keselataman pelayaran
Imam MUSJAB: Ayo nyumbang tulisan dong…bagi2 ilmu..!!
tentang tanggung jawab pengangkut apasal 40 uu no 17 tahun 2008
saya setuju dengan uud 17 th 2008 tentang sabotege yang di berlakukan karena bisa m pe emamfatka skil tenaga pelaut indonesi yang sudah bisa mengikuti standarisai imo sehingga pemberdayaan maritim nasional dapat berjalan dengan baik dan dengan sendirinya aturan dari luar internatioanal dapat tunduk dengan apa yang kita terapkan dinegeri sendiri……..indonesa…..dan tetap mengacu aturan kesepakan imo itu sendiri.dibelakuannya atura ini dapat meningkatkan pemberdayan maritim yaitu pelayaran-pelayaran baik indusri kapal,pengawakan kapal dankelayaklautan kapal itu sendiri….ayo buktikan broooo…by AMI makssar
Setuju!
pak!!!!!!!!!! kalu bisa mengenai asuransi pengelolnya modal kita sendiri jangan modal asuransi dari luar bisa bikin keenakan dong……lembaga asuransi yang menangai bidang maritim perkapalan kalau perlu asuransi penjamin pemerintah maritim nasinal lembaganya di bentuk satu pintu khusus asuransi pelayaran….dan mengenai bki jangan nunggu data persaratan 8 jt gt baru bisa di daftarkan ke iacs kalu perlu data lokal data maritim indonesi dari sabang sampi maroke masikin tuh………yang penting itu tunjki bki s. o p kita punya…sudah stadar imo. …..itu gi ni loooooooooooo imo biar yang namaya lembaga iacs member dibentuk bisa yakin sama bki kita gitu……..nungu 2013 kelamaan,…apa lagi keburu industri maritm indonesi pelayaran bisa nyetak kapal terus…..and bisa melampoi targrt 654 unit……….kpl yang mau di komersilkan ke laut maritim indonesi…..klu perlu pak presiden yang maju kan ada kepres no 5 th 2005 yang di keluarkan……………….thank,s……………by AMI makassar
dear mas imam, mohon pencerahannya. institute replacement clause jika dipelajari dan dipahami isinya mirip dengan metode ganti rugi dalam polis machinery breakdown. dengan mengacu pada kemiripan tersebut penerapannya apakah untuk cargo atau hull? menurut beberapa pendapat teman biasanya untuk cargo. kalau untuk cargo apa dasar filosofinya sehingga cargo mesin diberikan perhatian lebih drpd cargo non mesin? terima kasih.
“Institute Replacement Clause” untuk cargo mesin, Pak.
apa dasar filosofinya sehingga cargo mesin diberikan perhatian lebih drpd cargo non mesin?
dasarnya adalah “Prinsip Indemnity” pak. cargo non mesin umumnya kerusakannya adalah “non repairable” khusus untuk cargo mesin kerusakan umumnya adalah “cost of repair, ganti spare parts, dll” nah kalo ganti spare parts tentu tidak bisa diganti spare-parts second/bekas khan? nah kalo harga pertanggungan atas kargo mesin tidak adequate tentu akan merugikan pihak asuransi, olehkarenanya diperkenalkan “Institute Replacement Clause” yang penerapannya “mirip under-insurance clause” saya katakan “mirip” karena memang tidak sama.